Total Tayangan Halaman

Selasa, 12 Februari 2013

Kutipan Ru_Ki

  •  Jika Anda menginginkan sesuatu yang belum anda miliki, maka Anda harus melakukan sesuatu yang belum  pernah anda lakukan. . 
  • Aku akan mencintaimu sampai si bisu berbicara kepada si tuli bahwa si buta melihat si lumpuh berjalan. .

Senin, 11 Februari 2013

FALSAFAH SIRIK NA PACCE

Sirik na pacce merupakan prinsip hidup bagi suku Makassar. Sirik dipergunakan untuk membela kehormatan terhadap orang-orang yang mau memperkosa harga dirinya, sedangkan pacce dipakai untuk membantu sesama anggota masyarakat yang berada dalam penderitaan. Sering kita dengar ungkapan suku Makassar berbunyi “Punna tena siriknu, paccenu seng paknia” (kalau tidak ada siri’mu paccelah yang kau pegang teguh). Apabila sirikna pacce sebagai pandangan hidup idak dimiliki seseorang, akan dapat berakibat orang tersebut bertingkah laku melebihi tingkah laku binatang karena tidak memiliki unsur kepedulian sosial, dan hanya mau menang sendiri.
Falsafah Sirik
Berbagai pandangan para ahli hukum adat tentang pengertian sirik. Moh. Natsir Said mengatakan bahwa sirik adalah suatu perasaan malu (krengking/belediging) yang dilanggar norma adatnya. Menurut Cassuto, salah seorang ahli hukum adat yang berkebangsaan Jepang yang pernah menliti masalah sirik di Sulawesi Selatan  berpendapat : Sirik merupakan pembalasan berupa kewajiban moral untuk membunuh pihak yang melanggar adatnya.1)
Kodak VIII Sul-Selra bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin mengadakan seminar masalah sirik tanggal 11-13 Juli 1977 telah merumuskan : Sirik adalah suatu sistem nilai Sosial-kltural dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan anggota masyarakat. 2)
Kalau kita kaji secara mendalam dapat ditemukan bahwa sirik dapat dikategorikan dalam empat golongan yakni : pertama, Sirik dalam hal pelanggaran kesusilaan, kedua sirik yang berakibat kriminal, ketiga sirik yang dapat meningkatkan motivasi seseorang untuk bekerja dan keempat sirik yang berarti malu-malu (sirik-sirik). Semua jenis sirik tersebut dapat diartikan sebagai harkat, martabat, dan harga diri manusia.
Bentuk sirik yang pertama adalah sirik dalam hal pelanggaran kesusilaan. Berbagai macam pelanggaran kesusilaan yang dapat dikategorikan sebagai sirik seperti kawin lari (dilariang, nilariang, dan erang kale), perzinahan, perkosaan, incest (perbuatan sumbang/salimarak)/ yakni perbuatan seks yang dilarang karena adanya hubungan keluarga yang terlalu dekat, misalnya perkawinan antara ayah dan putrinya, ibu dengan putranya dsb.
Dari berbagai perbuatan a-susila itu, naka incestlah/salimarak merupakan pelanggara terberat. Sebab susah untuk diselesaikan karena menyangkut hubungan keluarga yang terlalu dekat, semuanya serba salah. Kalau perkawinan terus dilangsungkan, sengat dikutuk oleh masyarakat, dan kalau perkawinan tidak dilangsungkan, status anak yang lahir nanti bagaimana ? Perbuatan salimarak ini dulu dapat dikenakan hukuman “niladung” yakni kedua pelaku dimasukkan dalam karung kemudian ditenggelamkan kelaut atau ke dalam air sampai mati.3)
Lain halnya perbuatan asusila lainnya seperti perzinahan, perkosaan, dan kawin lari Penyelesaiannya dapat dilakukan melalui perkawinan secara adat kapan saja, bilamana kedua belah pihak ada persetujuan atua mengadakan upacara abajik (damai). Sesudah itu tidak ada lagi masalah.
Sejak dulu hingga sekarang, perbuatan asusila ini sering kali dilakukan oleh orang-orang tertentu, oleh suku Makassar perbutan tersebut dianggapnya melanggar sirik. Bila perbuatan a-susila terjadi, pihak yang dipermalukan (biasanya dari pihak perempuan yang disebut Tumasirik) berhak untuk mengambil tindakan balasan pada orang-orang yang melanggar siriknya yang disebut “Tumannyala”.4)
Jadi, kalau ada anggapan orang luar yang mengatakan sirik itu “kejam” atau “jahat” memang demikian, akan tetapi dibalik kekejaman itu tersimpan makna hidup yang harus dimiliki oleh manusia untuk menjaga harga dirinya. Lebih kejam atau lebih jahat, bilamana anak yang lahir tanpa ayah, anak haram, kemana anak ini harus memanggil ayah ? Apalagi kalau perbuatan a-susila membudaya di negara kita, jelas harkat dan martabat manusia lebih rendah dari pada binatang. Dekatakan memang nalurinya, sedangkan manusia punya otak, pikiran untuk membedakan mana yang baik dan mana yang salah. Alangkah jahatnya bila perbuatan free seks atau “kupul kebo”, membudaya di negara kita, berapa banyak wanita yang harus jadi korban kebuasan seksual ? Justru kehadiran sirik di tengah masyarakat dapat dijadikan sebagai penangkal kebebasan seks (free seks)
Jenis sirik yang kedua adalah sirik yang dapat memberikan motivasi untuk meraih sukses. Misalnya, kalau kita melihat orang lain sukses, kenapa kita tidak? Contoh yang paling konkret, suku Makassar biasanya banyak merantau ke daerah mana saja. Sesampai di daerah tersebut mereka bekerja keras untuk meraih kesuksesan. Kenapa mereka bekerja keras ? Karena mereka nantinya malu bilamana pulang kampung tanpa membawa hasil.
Salah satu syair lagu Makassar yang berbunyi :
“Takunjungngak bangung turu, nakugincirik gulingku, kualleanna, tallanga natoalia. (Tidak begitu saja ikut angin burutan, dan kemudian saya putar kemudika, lebih baik tenggelam, dari pada balik haluan).
“Bangung turuk, adalah istilah pelayaran yang berarti angin buritan.5)
Demikian pula dalam ungkapan Makassar berbunyi :
“Bajikanngangi mateya ri pakrasanganna taua nakanre gallang-gallang na ammotere natena wassekna” (lebih mati di negeri orang dimakan cacing tanah, daripada pulang tanpa hasil, akibatnya akan dicemoohkan oleh masyarakat di daerahnya, tapi kalau ia menjulang sukses, maka ia dapat dijadikan sebagai teladan bagi masyarakat lainnya6)
Salah satu contoh orang Makassar yang merantau karena sirk yakni Karaeng Aji di Pahang. Dia merantau pada abad XVIII karena sirik. Di Pahang, ia berhasil menjadi Syahbandar Kesultanan. Kemudian, turunannya bernama Tun Abdul Razak berhasil menjadi Perdana Menteri Malaysia. 7)
Jenis sirik yang ketiga adalah sirik yang bisa berakibat kriminal. Sirik seperti ini misalnya menempeleng seseorang di depan orang banyak, menghina dengan kata-kata tidak enak didengar dan sebagainya tamparan itu dibalasnya dengan tamparan pula sehingga terjadi perkelahian yang bisa berakibat pembunuhan.
Ada anggapan orang luar bahwa orang Makassar itu “Pabbambangangi na tolo” (pemarah lagi bodoh). Anggapan seperti ini bagi orang Makassar tidaklah sepenuhnya benar, karena tindakan balasan yang dilakukannya bukan karena mereka bodoh, akan tetapi semata-mata ingin membela harga dirinya. Adalah lebih bodoh bila dipermukaan di muka umum lantas diam saja tanpa ada tindakan apa-apa. Yang jelas, memang marah karena harga dirinya direndahkan di depan umum, tapi bukan brarti bodoh.
Jika orang Makassar merasa harga dirinya direndajkan, jelas mereka akan mengambil tindakan pada orang yang mempermalukan itu. Ada ungkapan orang Makassar “Eja tonpi seng na doang” (nanti setelah merah, beru terbukti udang) maksudnya kalau siriknya orang Makassar dilanggar, tindakan untuk menegakkan sirik itu tidaklah dipikirkan akibatnya dan nati selesai baru diperhitungkan. Ungkapan inilah yang mendorong orang Makassar untuk menjaga kehormatan diri. 8)
Jenis sirik yang keempat adalah sirik yang berarti malu-malu. Sirik semacam ini sebenarnya dapat berakibat ngatifnya bagi seseorang, tapi ada juga positifnya. Misalnya yang ada akibat negatifnya ialah bila seseorang disuruh tampil di depan umum untuk jadi protokol, tetapi tidak mau dengan alasan sirik-sirik. Ini dapat berakibat menhalangi bakat seseorang untuk berani tampil di depan umum. Sebaliknya akibat positif dari sirik-sirik ini, misalnya ada seseorang disuruh untuk mencuri ayam, lalu dia tidak mau dengan alasan sirik-sirik bilamana ketahuan oleh tetangganya.
Mengapa sirik bagi suku Makassar perlu ditgakkan, jawabnya untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Yang menjadi masalah dalam kehidupan manusia ialah adanya dua versi hukum yang saling bertentangan, mnyangkut sirik, yakni hukum adat Makassar menginginkan mengambil tindakan balasan terhadap orang-orang yang merendahkan martabatnya dalam arti kata bisa main hakim sendiri, sedang hukum positif (KUHP) melarang sama sekali melakukan tindakan main hakim sendiri. Suatu prinsip bagi suku Makassar, kalau harga dirinya direndahkan, akan melakukan tindakan balasan, Dalam ungkapan orang Makassar “Teai Mangkasarak punna bokona lokok (bukan orang Makassar kalau bahagian belakangnya luka) maksudnya kalua luka itu berada di bagian belakang berarti orang itu takut berhadapan dengan lawannya, sebaliknya kalau luka itu ada di bagian depan menandakan keberaniannya.
Istilah Pacce
Pacce secara harfiah bermakna perasaan pedih dan perih yang dirasakan meresap dalam kalbu seseorang karena melihat penderitaan orang lain. Pacce ini berfungsi sebagai alat penggalang persatuan, solidaritas, kebersamaan, rasa kemanusiaan, dan memberi motivasi pula untuk berusaha, sekalipun dalam keadaan yang sangat pelik dan  berbahaya. 9)
Dari pengertian tersebut, maka jelasnya bahwa pacce itu dapat memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa, membina solidaritas antara manusia agar mau membantu seseorang yang mengalami kesulitan. Sebagai contoh, seseorang mengalami musibah, jelas masyarakat lainnya turut merasakan penderitaan yang dialami rekannya itu. Segera pada saat itu pula mengambil tindakan untuk membantunya, pakah berupa materi atau nonmateri.
Antara sirik dan pacce ini keduanya saling mendukung dalam meningkatkan harkat dan martabat manusia, namun kadang-kadang salah satu dari kedua falsafah hidup tersebut tidak ada, martabat manusia tetap akan terjaga, tapi kalau kedua-duanya tidak ada, yang banyak adalah kebinatangan. Ungkapan orang Makassar berbubyi “Ikambe Mangkasaraka  punna tena sirik nu, pacce seng nipak bula sibatangngang10) (bagi kita orang Makassar kalau bukan sirik, paccelah yang membuat kita bersatu).
FALSAFAH “SIPAKATAU”
Sesungguhnya budaya Makassar mengandung esensi nilai luhur yang universal, namun kurang teraktualisasi secara sadar dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita menelusuri secara mendalam, dapat ditemukan bahwa hakikat inti kebudayaan Makassar itu sebenarnya adalah bertitik sentral pada konsepsi mengenai “tau” 11) (manusia), yang manusia dalam konteks ini, dalam pergaulan sosial, amat dijunjung tinggi keberadaannya.
Dari konsep “tau” inilah sebagai esensi pokok yang mendasari pandangan hidup orang Makassar, yang melahirkan penghargaan atas sesama manusia. Bentuk penghargaan itu dimanifestasikan melalui sikap budaya “sipakatau”. Artinya, saling memahami dan menghargai secara manusiawi.
Dengan pendekatan sipakatau, maka kehidupan orang Makassar dapat mencapaui keharmonisan, dan memungkinkan segala kegiatan kemasyarakatan berjalan dengan sewajarnya sesuai hakikat martabat manusia. Seluruh perbedaan derajat sosial tercairkan, turunan bangsawan dan rakyat biasa, dan sebagainya. Yang dinilai atas diri seseorang adalah kepribadiannya yang dilandasi sifat budaya manusiawinya.
Sikap Budaya Sipakatau dalam kehidupan orang Makassar dijabarkan ke dalam konsepsi Sirik na Pacce. Dengan menegakkan prinsip Sirik na Pacce secara positif, berarti seseorang telah meneapkan sikap Sipakatau dalam kehidupan pergaulan kemasyarakatan. Hanya dalam lingkunagn orang-orang yang menghayati dan mampu mengamalkan sikap hidup Sipakatau yang dapat secara terbuka saling menerima hubungan kekerabatan dan kekeluargaan.
Sipakatau dalam kegiatan ekonomi, sangat mencela adanya kegiatan yang selalu hendak “annunggalengi” (egois), atau memonopoli lapangan hidup yang terbuka secara kodrati bagi setiap manusia. Azas Sipakatau akan menciptakan iklim yang terbuka untuk saling “sikatallassi” (saling menghidupi), tolong-menolong, dan bekerjasama membangun kehidupan ekonomi masyarakat secara adil dan merata. 12)
Demikianlah Sipakatau menjadi nilai etika pergaualan orang Makassar yang patut diaktualisasikan di segala sektor kehidupan. Di tengah pengaruh budaya asing cenderung menenggelamkan penghargaan atas sesama manusia, maka sikap Sipakatau merupakan suatu kendali moral yang harus senantiasa menjadi landasan. Hal itu meningkatkan budaya Sipakatau juga merupakan yuntunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan azas Pancasila, terutama Sila Ketiga yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

SEJARAH KOTA MAKASSAR

Kota Makassar yang awalnya pernah memiliki julukan Ujung Pandang adalah wilayah yang dimiliki Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo yang terletak tepatnya pada pesisir pantai sebelah barat semenanjung Sulawesi Selatan. Pada mulanya merupakan bandar kecil yang didiami oleh Suku Makassar dan Bugis yang dikenal sebagai pelaut ulung dengan perahu PINISI atau PALARI. Jika ditinjau dari sejarah Kerajaan Majapahit dibawah Raja HAYAM WURUK (1350-1389) dengan Maha Patih GAJAH MADA bertepatan dengan masa pemerintahan Raja Gowa ke-II TUMASALANGGA BARAYA (1345-1370), Makasar (Makassar) sudah dikenal dan tercantum dalam lembaran Syair 14 (4) dan (5) Kitab Negarakertagama karangan PRAPANCA (1364) sebagai Daerah ke-VI Kerajaan Majapahit di Sulawesi.
SEJARAH MASA SEJAK BERDIRINYA KERAJAAN GOWA DAN KERAJAAN TALLO
Kerajaan Gowa berdiri kira-kira tahun 1300 Masehi dengan raja yang pertama adalah seorang perempuan bernama TUMANURUNG (1320-1345) yang kawin dengan KARAENG BAYO berasal dari Bonthain yang kemudian menurunkan raja-raja Gowa seterusnya.
Pusat Kerajaan Gowa ini terletak di atas bukit Takka'bassia yang berubah namanya menjadi Tamalate, tempat ini menjadi pusat Kerajaan Gowa sampai masa pemerintahan Raja Gowa ke-VIII I-PAKERE TAU TUNIJALLO RI PASSUKKI (1460-1510).
Pada pemerintahan Raja Gowa ke-VI TUNATANGKA LOPI 1445-1460) terjadi pembagian kerajaan, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo, masing-masing dipegang oleh kedua puteranya yaitu Kerajaan Gowa dipegang oleh BATARA GOWA TUNIAWANGA RI PARALEKKANNA sebagai Raja Gowa ke-VII (1460) dan Kerajaan Tallo dipegang oleh KARAENG LOE RI SERO sebagai Raja Tallo Pertama.
Raja Gowa ke-IX DAENG MATANRE KARAENG MANGNGUNTUNGI yang bergelar TUMAPA'RISI KALLONA kedua kerajaan Gowa dan Tallo disatukan kembali dan diperintah oleh Raja Gowa, dan yang kemudian menjadi Mangkubumi adalah Raja Tallo. Kedua kerajaan ini sering disebut Kerajaan Makassar.
Pembangunan Benteng Somba Opu dari tanah liat pada tahun 1525 oleh Raja Gowa ke-IX TUMAPA'RISI KALLONNA (1510-1546). Dalam benteng ini dibangun istana raja Gowa. Makassar (Kerajaan Gowa) menjadi pusat bandar niaga dengan syahbandar adalah DAENG PAMMATE yang diangkat pada tahun 1538. Sejak itu lah Makassar menjadi Ibu Negeri, dengan bertitik pusat pada Kota Raja Somba Opu.
Raja Gowa ke-X I-MANRIWAGAU DAENG BONTO KARAENG LAKIUNG TUNIPALLANGGA ULAWENG (1546-1565) yang kemudian menyempurnakan Benteng Somba Opu yang dibangun dari batu bata.
Benteng Jumpandang (Ujung Pandang) yang mulai didirikan pada tahun 1545 pada masa pemerintahan TUMAPA'RISI KALLONNA kemudian dilanjutkan oleh TUNIPALLANGGA ULAWENG, maka dibawah kepemimpinan Raja Gowa SULTAN ALAUDDIN pada tanggal 09 Agustus 1634 membuat dinding tembok yang kokoh Benteng Ujung Pandang, dan pada tanggal 23 Juni 1635 dibuat lagi dinding tembok kedua dekat pintu gerbang sehingga konstruksi bangunan tersebut menyerupai seekor penyu.
Raja Gowa ke-XIV I-MANGNGARANGI DAENG MANRABIA dengan gelarnya SULTAN ALAUDDIN memerintah mulai tahun 1593-1639 dengan Mangkubumi I-MAL-LING

Kamis, 07 Februari 2013

Pengurus Harian Organisasi HMA_PNUP periode 2012-2013


Biografi Kitaro / Masanori Takahashi

Terlahir dengan nama Masanori Takahashi di Toyohashi, Prefektur Aichi, Jepang, pada 4 Februari 1953, Kitaro adalah musisi ternama Jepang yang sangat terkenal di dunia. Nama “Kitaro”, yang kemudian digunakannya, diberikan oleh teman-temannya sewaktu di sekolah. Kitaro sebenarnya adalah nama tokoh dari suatu film kartun Jepang.

Semenjak SMA, Kitaro telah menyukai musik, khususnya Soul dan R&B. Ia belajar bermain gitar listrik, dan bersama group band bentukannya, “Albatros”, ia melakukan pementasan di pesta-pesta dan klub-klub.

Pada awal tahun 1970-an, Kitaro berganti haluan—tidak lagi memainkan gitar, tapi mulai bermain keyboard. Ia bergabung dengan group “Far East Family Band”, dan mengadakan pertunjukan keliling dunia bersama band tersebut. Di Eropa, ia bertemu dengan pemusik synthesizer Jerman, dan salah satu pendiri “Tangerine Dream”, Klaus Schulze.

Bersama Klaus Schulze, Kitaro dan groupnya memprodusi dua album. Klaus Schulze pula yang pertama kali memberikan beberapa petunjuk mengenai musik synthesizer pada Kitaro, yang kemudian membawa nama Kitaro melejit di dunia.

Pada tahun 1976, Kitaro meninggalkan kelompok band-nya, dan berkeliling ke Thailand, Tiongkok, Laos, dan India. Ia kembali ke Jepang pada 1977, dan memulai karir solo dengan mengeluarkan album “Ten Kai” dan “From the Full Moon Story”. Album itu segera meraih penggemar dari gerakan New Age yang waktu itu baru saja lahir. Popularitas Kitaro semakin berkibar setelah ia menggarap soundtrack untuk film “Silk Road”, dan album soundtrack itu segera merebut perhatian dunia.

Pada 1987, Kitaro bekerja sama dengan berbagai pemusik, di antaranya dengan Micky Hart (dari band Grateful Dead) dan Jon Anderson (dari band Yes), dan penjualan album rekamannya terjual hingga 10 juta kopi di seluruh dunia. Selain itu, ia juga mendapatkan Grammy Award untuk soundtrack garapannya dalam film “Heaven & Earth”, dan untuk album “Thinking of You”.

Kitaro menikah dengan Yuki Taoka pada 1983, namun kemudian bercerai pada 1990 karena Kitaro sering bekerja di Amerika Serikat, sementara Yuki tinggal dan bekerja di Jepang. Kitaro lalu menikah lagi dengan Keiko Matsubara, seorang pemusik yang bermain pada beberapa albumnya. Mereka memiliki anak laki-laki, dan hidup di Ward, daerah pinggiran Boulder, Colorado, AS, di sebidang tanah yang luasnya 730.000 meter persegi, dan menggarap musik-musiknya di studionya sendiri yang luasnya 230 meter persegi.